Senin, 06 Juli 2009

Peralihan dalam Kehidupan

Setelah manusia ada, yakni ada didunia ini maka manusia masuk dalam ruang- dimensi kehidupan. Didalam ruang kehidupan terdapat tiga dimensi yakni dimensi satu-merupakan alam (suatu tempat yang berupa) garis sehingga-hanya dapat maju dan mundur, dimensi dua-merupakan alam datar-yang selain dapat maju mundur...dapat juga kekiri dan kekanan, dimensi tiga alam ruang-tiga dimensi...yaitu dapat maju mundur..kekiri kekanan serta keatas dan kebawah yang sifatnya disini adalah tempat yang tidak tembus pandang tapi akan terhalang kalau ada benda atau yang lainnya (misalnya kita didalam rumah tidak dapat melihat sesuatu diluar karena terhalang oleh tembok rumah itu).

Keberadaan manusia tadinya tidak ada kemudian ada yang adanyapun melalui suatu proses yakni lahir-ada didunia mulai dari kecil lalu organ-organnya mengalami proses perkembangan menjadi besar kemudian tidak berkembang lagi selanjutnya tidak ada lagi.

Dari tidak ada menjadi ada adalah merupakan peralihan kehidupan begitu pula dari yang ada ketidak ada. Dari tidak ada keada dinamakan munculnya kelahiran sedangkan dari yang ada ketidak ada dinamakan suatu kematian.

Dalam kelahiran manusia sudah dilengkapi dengan adanya piranti kehidupan oleh Sang Pencipta yaitu hidup dialam ruang yang meliputi dimensi tiga, dimensi dua dan dimensi satu (adanya dimensi tiga pasti ada dimensi dua dan adanya dimensi dua pasti ada dimensi satu namun tidak sebaliknya).

Dalam kematian yaitu peralihan dari ada-hidup ketidak ada mati, sesungguhnya ada piranti-alat yang ada pada manusia yang tidak seketika itu hilang-mati. Kalau piranti-perangkat kerasnya (hard ware) kembali kealam pada waktu jasad manusia yang tidak hidup-tidak bernyawa-tidak berguna dimakamkan (dibakar-ditanam ditanah-dibuang kelaut). Namun piranti-perangkat lunaknya (soft ware) keluar dan menyatu dalam rekaman kehidupan kembali kealamnya yaitu alam dimensi empat alam tembus pandang. Didalam dimensi empat ini sesungguhnya hanya satu, namun didalamnya ada cuaca yang membatasi alam dimensi empat, sehingga terkesan berbeda-beda (tidak satu). Hal ini seperti ada dalam dimensi tiga-alam ruang ada yang namanya cuaca kalau cuaca gelap manusia memerlukan pegangan untuk berjalan seolah disini manusia hanya bisa maju dan mundur.

Dimensi empat-dimensi tembus pandang yang dilingkupi dengan cuaca yang dekat dengan manusia adalah tempat makhluk yang berjiwa yang namanya alam gandarwa (gendruwo-jawa).

Ada juga yang disebut alam dewacan yakni tempatnya alam para dewa seperti dewa ruci yang disebut alam kayangan.

Dimensi empat berhubungan dengan dimensi tiga melalui Rasa yakni Rasa Hati yang ada dalam jiwa manusia yang pirantinya terdiri dari empat macam yakni Amarah, Aluamah, Supiah dan Mutmainah.

Adanya makhluk dimensi empat sesungguhnya adalah merupakan bayangan-(ada yang mengartikan merupakan saudara dari manusia). Manusia merupakan makhluk yang mempunyai piranti paling sempurna yakni meliputi jiwa dan raga. Sedangkan makhluk yang ada didimensi empat hanya memiliki jiwa saja tidak mempunyai raga kalaupun dapat menampakkan diri makhluk tersebut bisa dilihat manusia dengan suatu piranti rasa yang merupakan pengelihatan-penampakan yang bersifat halusinasi.

Peralihan pada kehidupan manusia dari ada ketidak ada tidaklah langsung berakhir, sebab walaupun jasadnya yang kembali ketanah yang merupakan unsur-unsur bumi (air, angin, tanah dan api) dan kembali lagi kebumi, untuk kembalinya jiwa tidak bisa langsung kembali menyatu kealam suwung (alam yang berdimensi lima) tetapi masuk pada alam berdimensi empat yang disitu merupakan alamnya gandarwa, alamnya dewacan atau yang sejenisnya. Manusia yang jiwanya masuk pada alamnya Gandarwa maka manusia tersebut berubah menjadi makhluk yang bernama gendruwo; sedangkan kalau masuk kealamnya dewacan maka manusia tersebut berubah menjadi dewa sebab pada piranti Rasa yang ada pada jiwa manusia sudah tersedia.

Kalau jiwa manusia masuk dan berubah menjadi makhluk yang sesuai dengan alamnya tersebut, sedangkan kondisinya bisa menyatu pada keadaan alam tersebut maka menjadikan jiwa manusia kerasan tinggal didalamnya.

Kalau jiwa manusia tidak dapat masuk pada suatu alam yang karakteristiknya tidak sama karena jiwa tersebut membawa suatu energi tertentu maka jiwa manusia ini masuk kealam penderitaan (yang merupakan alam peralihan), walaupun pada akhirnya tetap masuk juga kealam Bengkrasaan (alamnya syetan).

Sesungguhnya keadaan alan tersebut sama saja, masalahnya hanya situasinya saja. Kalau alam baik dikatakan alam terang-alam yang penuh kebaikan, sedangkan alam yang jelek dikatakan alam yang gelap yakni alam yang penuh dengan kegelapan.
Namun sesungguhnya hakekatnya sama saja, seperti kehidupan didunia (dimensi tiga), kehidupan yang jelek dikatakan kehidupan syetan (seperti penjudi, pemabuk dan sebagainya) padahal bagi orang yang melakukannya itu adalah merupakan hal yang biasa. Kenapa mereka tidak memilih hal yang baik, karena ia ketarik-tertarik pada kehidupan itu dan itu adalah merupakan pilihan yang dipilih karena sudah tersedia (atau disediakan). Sedangkan manusia lainnya memilih sesuatu perbuatan yang baik (setidaknya yang dikatakan baik seperti bekerja dengan jujur dan sebagainya) itu adalah pilihannya tidak bisa disalahkan. Kalau manusia masuk sorga maka manusia akan merasa bahagia, tapi kalau manusia masuk neraka maka manusia tersebut menjadi susah; tapi sebaliknya lain dengan apa yang dialami oleh syetan (atau manusia yang berwujud syetan), kalau syatan masuk neraka maka dia merasa senang karena itu alamnya justru kalau syetan masuk sora maka ia akan menderita karena itu bukan merupakan pilihannya. Itulah sesungguhnya yang ada dalam kehidupan ini.

Inilah perjalanan jiwa manusia menuju kealam suwung-kosong-hampa (alam dimensi lima) yang kalau sudah tercapai manusia akan dapat kembali keasalnya sebagaimana yang dikatakan jiwa manusia kembali pada zat asalnya yakni berada dialam kelanggengan-abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar