Senin, 06 Juli 2009

Keabadian

Apa itu yang dikatakan abadi ? Pengertian banyak orang mengatakan bahwa keabadian itu adalah sesuatu yang kekal ! Dalam hal ini perlu dipertanyakan, apakah dalam kehidupan ini ada sesuatu yang dinamakan kekal ... hal ini nampaknya perlu dicermati ataupun perlu dilakukan suatu pengkajian.

Yang dikatakan oleh yang namanya manusia tentang keabadian adalah merupakan keabadian yang sifatnya semu. Keabadian atau kelanggengan itu identik dengan adanya sifat yang tidak pernah berubah, namun kalau ditelaah apakah dalam kehidupan ini ada sifat yang tidak berubah ?

Dari dahulu sampai saat ini yang terjadi adalah suatu perubahan, perubahan itu ada karena adanya waktu ! Sedangkan pengertian tentang keabadian hakiki adalah tidak terikat oleh suatu waktu, yang padahal hidup manusia itu terikat oleh suatu waktu.

Kalau pengertian dari keabadian itu diartikan dengan sesuatu keadaan yang bersifat terus menerus, maka disisi lain dapat dikatakan bahwa yang abadi itu yakni perubahan itu sendiri. Inilah sebenarnya pengertian yang mendekati makna keabadian yang sebenarnya.

Sedangkan dengan apa yang dikatakan dengan cinta abadi adalah ada dalam perkataan atau dalam kalimat saja, namun dalam kenyataanya dikehidupan ini sesungguhnya tidak ada yang dikatakan suatu keabadian itu.

Keberhasilan itu tergantung dari caranya

Cara atau metode ini adalah merupakan hal yang sangat perlu. Penyelesaian suatu masalah itu memerlukan cara atau rangkaian cara sebab persoalan itu ada yang sederhana maupun ada yang kompleks.

Suatu permasalahan terjadi itu pasti ada sebabnya, jadi dalam setiap penyelesaian masalah tergantung dari bagaimana kita mencari/menelusuri sebab dari permasalahan tersebut. Kalau sebabnya sudah diketemukan selanjutnya kita lalu mengurai permasalahan tersebut secara detail karena munculnya suatu permasalahan itu sering terjadi karena adanya rangkaian beberapa sebab, setelah itu semuanya diketahui barulah kita menentukan langkah-langkah untuk suatu penyelesaiannya.

Dari mencari suatu sebab lalu menentukan langkah-langkah penyelesaiannya itu semua memerlukan suatu rangkaian cara atau metode !

Keberhasilan dalam menentukan penyelesaian setiap permasalahan tergantung dari cara yang bagaimana yang digunakan untuk menyelesaikan setiap permasalahan tersebut.

Berguru

Untuk menjadi pandai manusia harus berguru, selanjutnya berguru kemanakah kita ini ?

Macam guru ada 3 :

1. Guru yang langsung bisa berhadapan dengan muridnya, misalnya guru yang mengajar di sekolah-sekolah.

2. Guru tidak langsung yaitu kalau sang guru sudah meninggal, atau tempatnya jauh dari jangkauan misalnya diluar negeri, maka kita dapat membaca karyanya; ini keberadaannya juga merupakan guru.

3. Guru aplikatif yaitu guru yang berupa pengalaman kita dalam kehidupan yang bermacam-macam.

Ada juga yang namanya guru yang disebut sebagai guru sejati, guru sejati ini adalah guru yang letaknya dialam rasa dan keadaan guru ini ada pada diri kita sendiri. Seperti digambarkan dipewayangan dengan lakon Petruk meguru.

Guru sejati ini sebenarnya adalah merupakan keselarasan, antara aku (pribadi) dengan Aku (Sang Pencipta). Kalau aku selalu memohon pada AkuNya maka akan terjadi suatu keselarasan dalam keselarasan inilah menimbulkan tahu yang adanya dialam rasa sehingga kondisinya sering dikatakan tidak masuk akal (memang demikian karena jangkauan rasa itu lebih luas daripada jangkauan akal-sehingga akal itu sesungguhnya ada didalam rasa).

Dari gurulah kita ini menjadi pandai, guru adalah sebagai petunjuk ... guru adalah sebagai penerang ... guru adalah yang membawa kemanfaatan.

Mencontoh

Mencontoh itu adalah merupakan suatu usaha, cuma harus kita cermati dalam masalah ini yakni tentang hal apa yang dicontoh !

Kalau kita mencontoh langkah-langkah seseorang sehingga orang tersebut menjadi berhasil, maka ini juga merupakan usaha. Sesungguhnya seorang yang sekolah itu adalah merupakan tindakan mencontoh juga, yakni mencontoh apa-apa yang diajarkan oleh seorang guru-orang tua atau dosen yang walaupun dalam hal ini sering dikatakan sebagai proses belajar. Dalam proses belajar mengajar ini tidak lepas dengan apa yang dikatakan tindakan contoh-mencontoh.

Seorang Bapak yang mengajari anaknya, pertama kali adalah mengharapkan anaknya untuk mencontoh, tentang apa-apa yang diucapkan oleh orang tuanya. Mencontoh dengan menirukannya sepenggal dua penggal kata bagi seorang anak tidaklah mudah. Inilah yang dinamakan proses belajar.

Sadar atau tidak tindakan kita adalah banyak mencontoh dari orang lain orang lain yang lebih dulu atau yang lebih mengerti daripada kita, seperti kalau saya gambarkan adalah dalam mencontoh pola. Kalau lagi tren pola potongan rambut pendek maka banyak tua-muda, besar kecil semuanya ingin potong rambut pendek dan begitu pula sebaliknya.

Suatu ide yang ditiru itu sebenarnya merupakan kreatifitas realistis dari manusia, walaupun masternya sudah tertentu, misal kalau tentang baju memakai pola dari yang pas lalu yang sedang selanjutnya ke yang longgar; semuanya bergeser dari itu itu saja walaupun perpaduannya berbeda-beda.

Pekerjaan mencontoh itu sebenarnya tidak mudah, kalau yang dicontoh adalah hal yang sangat sederhana mungkin dapat kita lakukan dengan mudah; tetapi kalau yang kita contoh itu hal yang sulit, walaupun tinggal mencontoh ternyata tidak semudah itu.

Kebenaran

Benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain, benar kata orang sini belum tentu benar kata orang sana. Sebenarnya apakah arti kebenaran itu ?

Kebenaran itu sesungguhnya terletak pada ukuran, ukuran inilah yang pada akhirnya merupakan parameter. Kalau kita bilang 1 kilogram, karena ukurannya sudah ditentukan yakni berupa satuan kilogram maka orang yang memakai ukuran kilogram semuanya akan mengatakan benar ! Jadi penilaian tentang benar dan salah itu adalah menjadi mudah kalau ukurannya sudah ditentukan/dipasang lebih dahulu.

Sedangkan ukuran itu sendiri sesungguhnya didalamnya berisi suatu kesepakatan, yakni kesepakatan tentang adanya ukuran itu sendiri. Katakanlah suatu masyarakat tertentu menyepakati ukuran panjang berupa meter maka ukuran meter inilah yang pada akhirnya dijadikan acuan tentang kebenaran yang berkaitan dengan ukuran tentang panjang.

Hal-hal sebagaimana tersebut diatas, adalah berkaitan dengan ukuran; yang ini semua berkaitan dengan kebenaran pada ilmu-ilmu eksakta. Tapi bagaimana kalau ukuran kebenaran ini berkaitan dengan ilmu sosial.

Tentu ukuran yang bersifat ilmu sosial tidaklah semudah itu, sebab kalau digambarkan yang dinilai ini tidaklah jelas. Kalau misalnya yang ingin dilihat itu adalah warna yang diberikan ukurannya untuk hitam dinilai 0 sedangkan kalau untuk putih dinilai 9 (angka tunggal terendah dan angka tunggal tertinggi), lalu bagaimana kalau menilai warna yang warnanya adalah abu-abu. Putih tidak dan hitampun tidak sebab dalam hal ini warnanya adalah abu-abu, abu-abu inipun ada yang agak putih dan ada juga abu-abu yang agak hitam. Dalam menilai kebenaran disini, maka melihatnya harus detail, untuk itu diperlukan ukuran-ukuran yang bersifat khusus, lebih kompleks dan tidak tunggal lagi.

Untuk menilai orang berbuat jahat/buruk atau baik, tentu cara penilaiannya tidak tunggal yaitu hanya jahat/buruk atau baik saja namun keberadaan jahat ini adalah jahat yang bagaimana dan baik yang bagaimana ? Inilah pada akhirnya ditentukan rumusan-rumusan tentang adanya suatu kejahatan. Oleh karena itu selanjutnya dalam perkembangan ilmu sosial diciptakan ukuran-ukuran secara teori (seperti law in book) dan secara praktek (law in action).

Cara Memandang

Cara memandang ini adalah merupakan hal yang penting, permasalahan yang utama adalah darimana kita memandang sesuatu (artinya sudut pandang inilah yang memegang peranan) dalam hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Orang buta melihat Gajah :

Ada empat orang buta melihat gajah. Kemudian secara bersama-sama keempatnya datang mendekati gajah. Masing-masing orang buta secara bergiliran kemudian memegang (memegangnya dikatakan melihat, karena tidak dapat melihat) gajah.

Orang pertama setelah mendekati gajah dan kemudian memegang badan gajah, dia dalam pikirnya geleng-geleng karena akhirnya jelas sudah apa yang digambarkannya pada binatang yang besar ini. Dia yakin seyakin-yakinnya bahwa yang pada akhirnya mengatakannya bahwa gajah itu seperti papan yang sifatnya datar dan luas.

Kemudian giliran orang kedua;

Orang kedua lalu mendekati gajah, kemudian secara tergesa-gesa memegang gajah dan ternyata yang dipegang adalah ekornya. Setelah dipegang-pegang akhirnya orang buta kedua itu yakin dan akhirnya menyimpulkan bahwa gajah itu adalah seprti cambuk, berbentuk panjang bersifat lemas dan lentur.

Selanjutnya giliran orang yang ketiga;

Dengan santainya orang ketiga ini mendekati gajah kemudian dia memegang telinga gajah. Setelah diraba-raba lalu muncul pada benaknya gambaran tentang gajah bahwa gajah itu ternyata seperti daun yang lebar, lemas dan dapat melambai-lambai.

Terakhir giliran pada orang keempat;

Orang keempat dengan tidak sabar akhirnya langsung mendekati gajah, dia mendekati dengan meraba-raba bagian sebelah bawah, ternyata dia meraba kotoran gajah sehingga pada akhirnya menyimpulkan bahwa gajah itu dikatakan seperti bubur.

Inilah gambaran keempat orang buta yang melihat gajah, pandangannya/ pengelihatannya (yang dipegang/ dilihat tidak sama) hal ini disebabkan orang buta melihat gajah dengan cara memegangnya. Karena jangkauannya terbatas (dengan cara hanya memegang saja) sehingga sudut pandangnya sepihak dan kecil jangkauannya. Hal inilah yang menimbulkan kesesatan dalam berpikir atau pola pikir yang keliru.

Sehingga dari mana cara kita memandang ini; menimbulkan ukuran kebenaran tersendiri (memandang dari tempat yang berbeda akan membawa hasil yang berbeda pula/ lain).

Manusia apa yang kamu cari dalam Hidupmu

Manusia hidup karena ada yang menghidupkan, manusia hidup karena ada yang menghidupi inilah suatu kenyataan dalam kehidupan !. Tapi apakah pengertian manusia itu dihidupi ? Yang jelas disini istilah dihidupi adalah disediakan sarana untuk hidup pada semua manusia bukan individu-individunya artinya sesuatu yang bersifat menyeluruh dan bukan pengertian hidup dihidupi dalam keadaan diam.

Kewajiban-aktifitas dalam hidup manusia inilah sesungguhnya yang menentukan hidup manusia itu sndiri sehingga timbul dengan apa yang dinamakan warna kehidupan.

Sang Pencipta telah menciptakan piranti kehidupan (baik itu berupa alam dan isinya maupun berupa panca indra, akal dan rasa yang melekat pada pribadi manusia) inilah yang disebut menghidupi (menyediakan piranti kehidupan), tapi kehidupan (pribadi) manusia itu sendiri adalah tergantung dari dirinya sendiri. Inilah arti kehidupan bahwa manusia hidup adalah berjalan dalam kehidupannya sendiri dialam ini, oleh karenanya ada yang namanya tujuan hidup dari manusia yang senantiasa dicarinya.

Adanya badan-wadag-jasad-raga itu harus dihidupi dari pribadi manusia itu sendiri caranya dengan olah jasad alah raga, artinya makan makanan yang menyehatkan dan atau menjaga kesehatannya baik secara preventif maupun secara kuratif.

Adanya otak-akal-pikir manusia harus dihidupi oleh olah pikir yakni pikir manusia diupayakan diolah sehingga menjadi cerdas-pandai-berwawasan luas yang pada akhirnya pikirnya bisa menuntun pribadi manusia itu untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya. Termasuk penyelesaian terhadap badan-wadagnya sendiri.

Selain olah raga dan olah pikir selanjutnya ada yang dinamakan olah rasa, yang keberadaannya dapat menuntun pikir (olah pikir) dan badan-wadag (olah raga) manusia. Dalam olah rasa inilah yang sifatnya paling inti dan final. Dalam olah rasa yang diolah adalah rasa yang berkaitan dengan jiwa manusia. Rasa yang tidak enak bisa diolah menjadi enak, rasa yang enak bisa diolah sehingga bisa dipertahankan tetap menjadi enak tentunya ...... dengan penuh kesadaran jiwa.

Disinilah sesungguhnya yang dicari manusia supaya manusia tetap mengalami rasa enak (dalam pengertian yang sangat luas yakni suatu kebahagiaan yang bermakna suatu sorga karena sorga itu adalah rasa kebahagiaan yang tiada henti-hentinya dan berhenti setelah rasa ini kembali kepada keharibaan Sang Pencipta). INIlah sesungguhnya yang dicari manusia dalam hidupnya.

Manusia melihat Agama

Kalau kita bicara tentang ”melihat”, pasti ada yang dilihat (sebagai obyek) dan ada yang melihat (sebagai subyek). Kalau kita melihat pasti pisisi kita (yang melihat) ada diluar yang dilihat. Kalau kita melihat agama artinya kita berada diposisi diluar agama itu sendiri. Lalau apakah sesungguhnya agama itu ?

Secara umum dapat dikatakan agama adalah ajaran kepercayaan yang dipercayai /yakini (yang berlabel/bermerek agama tertentu) oleh penganutnya (sedangkan yang tidak berlabel agama adalah merupakan kepercayaan saja), jadi disini unsur keyakinan sangatlah dominan. Maksudnya yakin akan keberadaannya, yakin akan kebenarannya !, lalu tempatnya yakin itu sesungguhnya dimana ?

Yakin itu percaya, percaya tanpa menggunakan suatu pikiran/penalaran akan kebenarannya sebab kebenarannya itu sendiri tidaklah bisa dibuktikan secara nalar.

Kenyataan didunia ini banyak sekali adanya agama; pertanyaannya apakah agama didunia ini benar semua (pengertian benar secara universal, bukan pengertian benar secara individu penganut kepercayaan tersebut). Kalau dijawab benar semua artinya ajarannya tentu sama, namun kenyataan dalam ajaran tersebut ada yang membenarkan tapi ada yang menyalahkan (misal makan babi di agama islam tidak boleh tapi di agama lain boleh/ tidak melarang), bahkan kalau sama benarnya mengapa justru dalam ajarannya kadang terjadi pertentangan ?

Kalau dikatakan tujuannya sama tapi isinya tidak sama, berbeda-beda inilah menimbulkan warna/ bermacam-macam. Artinya karena banyak tentu tidak sama, kalau ajarannya sama tentunya akan ada/muncul satu agama saja.

Seperti manusia memakai baju, kalau dikatakan baju itu sama tentu berkaitan dengan tujuan untuk menggunakan baju tersebut, namun kalau kita bicara modelnya atau bicara tentang warnanya tentu akan berlainan dan bagaimana kalau ada orang yang memilih tidak memakai baju/ telanjang ! Apakah orang tidak berbaju dikatakan salah ?, begitu juga apakah orang tidak memeluk/meyakini suatu kepercayaan itu salah ?

Kenyataannya agama ini banyak (lebih dari satu), kalau diukur dari benar tidaknya tentu ada yang benar dan ada yang tidak benar; benar bagi yang meyakini tidak benar bagi yang tidak meyakini. Kalau agama yang satu menyalahkan yang lainnya (karena tidak sama/karena yang dipercayainya dikatakan yang benar) tentu bagi yang lain akan bersifat demikian juga. Artinya sesungguhnya kebenaran dalam agama itu bersifat semu/relatif/bayang-bayang/tidak jelas. Oleh karena itu sebenarnya agama itu adalah merupakan hal pilihan saja/alternatif.

Dalam agama/kepercayaan manusia seolah mempunyai diperintah menyembah Tuhan/Sang Pencipta ? apakah demikian ! Lalu siapa yang menyuruh menyembah ?

Kalau Tuhan menyuruh manusia untuk menyembahnya, disini timbul pertanyaan apakah Tuhan itu meminta-minta manusia untuk menyembahNya ... Tentu tidak sebab Tuhan itu adalah maha segalanya dan bukan peminta-minta termasuk dalam hal minta manusia untuk menyembahnya.

Lalu siapakah yang meminta manusia untuk menyembah Tuhan ? Kalau manusia itu tidak menyembahnya apakah manusia itu jadi miskin atau jadi sakit-sakitan atau jadi mati (saat itu juga) atau jadi apa .....!

Disinilah kita perlu menelaah, siapakah yang butuh menyembah .... dan apakah gunanya menyembah itu dan apakah pengertian menyembah itu ?

Menyembah adalah berarti memohon, lalu siapa memohon siapa ?

Kalau manusia itu (roh suci) adalah adalah merupakan bagian-perwujudan dari Tuhan apakah Tuhan harus menyembah tuhan (yang merupakan bagian dari tuhan), lalu apa sebenarnya pengertian menyembah itu ......... ?

Disinilah sebenarnya manusia (roh suci) itu supaya bisa selaras, maka ia harus berbuat sesuatu (yang dikatakan menyembah), supaya piranti (roh suci) ini tidak lepas. Artinya lepas adalah menjauh dari INDUKNYA. Yang bisa berakibat berjalan menuju perjalanan lain artinya tidak bersatu (manunggaling Kawulo lan GUSTI). Manunggal inilah merupakan perwujudan dari Eleng/ingat-selaras sehingga manusia akan menemukan kebahagiaan-kedamaian-surga.

Disinilah sebenarnya inti dari ajaran kepercayaan (yang sudah punya label dikatakan agama), yakni pada hakekatnya itu sama saja. Namun yang tidak sama adalah ditinjau dari warnanya (kalau diibartkan baju), ditinjau dari syareatnya (tata caranya bersembayang/ritus-ritusnya) kalau itu agama atau kepercayaan.

Ukuran

Untuk menentukan suatu nilai ternyata perlu-butuh yang namanya ukuran. Baik itu nilai tentang keindahan (dari karya seni) atau nilai suatu benda itu sendiri (dari berat ringannya, dari besar kecilnya atau dari panjang lebarnya).

Sesungguhnya nilai itu adalah suatu ukuran dan ukuran itu adalah merupakan hasil dari suatu kesepakatan. Misal tentang jarak disepakati ada yang namanya meter, namun kesepakatan itu sendiri mempunyai variasai menurut tempat berlakunya (yang ada pada suautu tertentu berbeda dengan yang ada ditempat lainnya), misal untuk ukuran panjang-pendek ada yang memakai ukuran satuan meter atau inci atau satuan ukuran yang lainnya. Tentunya panjang satu meter tidak akan sama dengan panjang satu inci. Manusia menggunakannya karena telah menyepakati ketentuan tersebut.

Dari adanya ukuran inilah lalu muncul suatu nilai, baik itu nilai besar kecil, baik itu nilai berat ringan maupun itu nilai baik buruk. Diantaranya adanya nilai baik dan buruk itu adalah tergantung dari ukurannya.

Seorang Kyai (ukuran istilah seorang ulama yang merupakan panutan dan cenderung bersikap baik) tentu akan dipandang sebagai orang yang tidak baik kalau Kyai tersebut hidup di kampung maling/pencuri (karena ukuran kebaikan dari orang maling yang ada dikampung maling/pencuri, mencuri adalah hal yang baik karena mencuri merupakan pekerjaan yang bisa menghidupi dirinya); walaupun didalamnya ada etika pencuri (tidak boleh mencuri barang sesama pencuri). Jadi seorang Kyai tersebut bukanlah dipandang sebagai orang yang baik dikampung maling tersebut. Artinya dalam hal ini baik dan buruk itu sebenarnya merupakan suatu penilaian berdasarkan atas adanya ukuran dan sifatnya sama saja, tidak ada yang baik dan tidak ada yang buruk seperti antara siang dan malam, semua membawa keuntungan atau kerugian atau tengah-tengah; tergantung cara kita (manusia dalam mengukurnya) memandangnya. Jangan kaget sesungguhnya kebaikan dan keburukan itu tidak ada. Yang ada adalah kebaikan dan keburukan yang bersifat semu (karena ukuran manusia yang berbeda-beda-tidak universal-tidak berlaku secara umum) kebaikan dan keburukan yang bersifat semu ini keadannya selalu berganti setiap masa-waktu seiring dengan pola pikir seseorang yang selalu berubah, yang ini mengakibatkan ukuran-parameter untuk menilai itu juga menjadi berubah sehingga unsur nilainya juga menjadi berubah pula; apa yang dikatakan baik saaat itu belum tentu sama dengan apa yang dikatakan baik pada saat ini atau pada saat nanti. Kalau demikian apa ada yang namanya kebaikan abadi ..., kalau ada ukurannya itu yang bagaimana ? karena sesungguhnya baik buruk itu sama saja.

MEMILIH Dalam Kehidupan

Kalau kita berjalan kebarat tentu tidak mungkin kita akan berjalan ketimur. Mengapa !, karena akunya manusia itu satu. Kalau kita mandi (membasahi badan) tentu tidak mungkin kita makan (dalam waktu yang bersamaan), inilah merupakan fakta dari adanya kehidupan bahwa manusia dihadapkan pada adanya suatu pilihan.


Begitu juga dalam kenyataannya yang ada dalam kehidupan manusia, dalam relitanya kehidupan ini merupakan suatu proses yang bersinergi. Tidak bisa sumuanya terjadi dalam waktu yang bersamaan terhadap apa yang diperbuat oleh seorang aku (satu) manusia.

Artinya dalam kehidupan dimensi tiga terjadi suatu proses yang bergantian terhadap (yang dilakukan oleh) diri-pribadi-aku ini. Maksudnya satu kesatuan terjadi (ada) adalah akibat adanya suatu sistem yang berjalan sendiri-sendiri. Misal : Matahari hanya berfungsi sebagai matahari saja tidak bisa matahari juga berfungsi sebagai bumi; mata pada diri manusia tidak mungkin bisa berfungsi sebagai telinga karena memang pirantinya berbeda (yang selalu sesuai dan mengikuti fungsinya).

Tapi disisi lain nafsu-rangsangan yang ada pada diri manusia tidaklah demikian, mintanya langsung banyak kalau bisa semua yang dilihat itu bisa dimiliki (menjadi miliknya). Karena akunya manusia sealalu ingin menguasainya (menguasai untuk dirinya); yang padahal apa yang dikatakan dikuasai itu adalah bermakna semu. Manusia ingin makan banyak, makan makanan yang enak supaya kenyang; namun sesungguhnya yang dimakan manusia itu adalah sebatas perutnya (kalau sudah lapar baru makan lagi) tidak bisa semuanya makanan dimakan dalam waktu yang bersamaan. Inilah sesungguhnya menunjukkan bahwa seorang aku-manusia itu mempunyai suatu keterbatasan namun karena keinginannya banyak dia harus melakukan pilihan-pilihan terhadap apa yang akan dijalaninya.

Inilah artinya pilihan tentang kehidupan, diri kita yang membatasi kita sendiri. Kita saat ini ada di Surabaya tidak mungkin saat ini juga kita ada di Jakarta karena diri kita adalah satu (satu bagian kecil yang menempati suatu ruang dan waku tertentu).

Kalau kita memiliki sesuatu, yang kita miliki itu sesungguhnya adalah semu. Kita memiliki uang, kalau kita tidak bisa menggunakannya dengan baik (menggunakannya itu adalah sikap suatu pilihan) maka uang itu tentu akan dapat menyulitkan kita sendiri (seperti uang yang kita gunakan untuk berbuat mabuk-mabukan). Artinya segala sesuatu itu harus digunakan untuk-pada pilihan-pilihan tertentu.

Tentang pilihan itu sendiri adalah bersifat sangat relatif; karena isi dalam kehidupan didunia ini diciptakan selalu berpasangan (demi kesempurnaannya) maka ada siang dan ada malam yang ditengah-tengahnya ada yang namanya sore. Kalau ada haram maka ada yang namanya halal sedang ditengah-tengahnya ada yang namanya mubah. Kalau ada pertanyaan apakah siang itu baik, atau yang baik itu waktu malam tentu disini ada jawabannya yang menuju pada suatu argumentasi-ukuran tertentu. Kalau dikatakan siang itu baik karena adanya matahari yang menyinari bumi ini yang berguna bagi tumbuhan untuk melakukan fotosintesa (itu adalah merupakan suatu alasannya), tapi nilai riilnya baik itu siang, baik itu malam, baik itu sore semua sama saja, semua ada manfaatnya. Sebab itu adalah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Kalau kita telaah lebih jauh apakah berbuat baik atau berbuat buruk atau berbuat biasa (maksudnya berbuat tidak baik dan tidak buruk); kalau dinilai mana yang baik, sesungguhnya (walau sepintas dapat dikatakan yang baik itu akan tetap baik, itu belum tentu) semua itu sama saja seperti sebagaimana yang terdapat pada siang atau malam yakni semuanya sama saja.

Tentu dalam hal ini kalau dicermati, kalau kita mencari suatu nilai tentang baik dan buruk; tentang benar dan salah dalam hal ini tentu perlu sesuatu yang namanya ukuran-timbangan-takaran yakni suatu piranti untuk mengukur sesuatu (baik itu tentang kebenaran, baik itu tentang berat-ringan atau tentang besar-kecil).

Aplikasi disini kita contohkan dalam bidang agama, makan babi bagi orang islam itu tidak baik karenanya distatuskan haram (penstatusan itu adalah suatu kesepakatan hanya bagi orang yang beragama islam), namun bagi umat yang beragama lain misal agama hindu-budha atau yang lainnya tentu tidak demikian!, artinya dimana letak baiknya disini ... tentu sama saja karena kebaikannya disini sifatnya tidak universal !

Cahaya-Sinar

Cayaha memerankan peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Baik dalam alam yang berdimensi satu, dua, tiga dan empat.

Dalam dimensi tiga yang merupakan ruang kehidupan cahaya memegang peranan yang sangat penting. Manusia bisa melihat kalau ada cahaya. Walaupun punya mata sebagai piranti yang diciptakan Sang Pencipta untuk melihat namun kalau tidak ada cahaya maka manusia tidak akan dapat melihat.

Cahaya adalah merupakan Gelombang-Spektrum, cahaya bukan benda-materi. Dengan cahaya keberadaan-wujud benda bisa berubah.

Cahaya mempunyai kekuatan bersinar yang berbeda-beda. Partikel-partikelnya komposisinya berbeda-beda. Didalam demensi empat dapat melihat dengan apa ? ....... jawabnya tidak lain dan tidak bukan adalah dari pancaran gelombang.

Pancaran gelombang dapat bemacam-macam, baik pancaran gelombang yang bisa memindahkan suara-gambar (seperti televisi, Hand Phone). Artinya melalui media-alat tertentu keadaan gelombang dapat diubah. Karena gelombang dapat menembus benda maka sesungguhnya gelombang ini adalah suatu energi.

Jiwa manusia adalah suatu energi, kalau energi tersebut dalam kondisi yang memancarkan kekuatannya maka energi tersebut akan dapat habis kecuali kalau diisi lagi yang dalam hal ini butuh piranti alat pengisian (misalnya baterai).

Kalau jiwa manusia yang ada dalam dimensi empat masuk dalam piranti yang dapat mengisi suatu energi sendiri maka jiwa manusia akan dapat hidup dialam berdimensi empat; apa itu masuk dalam alam Gandarwa atau masuk dalam alam Dewacan.

Kehidupan yang ada dalam dimensi empat tersebut keberadannya juga senantisa mempengaruhi pada ruang dunia yang berdimensi tiga ini.

Kekuatan cahaya kecepatan gelombangnya sangat tinggi. Kalau manusia dapat hidup jasad-raga-badannya dengan kecepatan yang menyamai cahaya, maka manusia tersebut akan dalam kondisi yang selalu tetap tidak menjadi muda dan tidak menjadi tua kenapa hal ini karena berhubungan dengan pengaruh waktu karena waktulah yang menentukan adanya pergerakan. Sehingga kalau tidak ada waku maka dia akan menjadi tetap tidak berubah artinya kalau muda ya tetap muda.

Dalam dimensi tiga, yang dinamakan waktu itu melingkupi ruang dan kalau tidak ada waktu berarti tidak ada proses perubahan artinya tidak ada suatu kehidupan.

Waku ini ternyata relatif. Kenapa waktu bisa bergerak dan bisa berhenti. Apa akibatnya terhadap kehidupan !

Pada zaman dulu umur manusia panjang-panjang karena waktu berjalan-bergerak dengan lambat, tapi sekarang waktu bergerak dengan cepat sehingga mempengarui manusia yang hidup pada dimensi tiga.

Waktu ada karena manusia hidup disuatu ruang, ruang ini yakni yang disebut dengan tata surya. Pergerakan antara matahari, bulan dan bumi menimbulkan suatu perjalanan yang disebut waktu. Sedangkan pancaran dari sinar matahari menjadikan adanya gelombang kehidupan didunia ini.

Kalau matahari padam maka kehidupan (dimensi tiga) yang dialami oleh manusia akan menjadi sirna. Wajar kalau matahari disebut sebagai sinar atau cahaya kehidupan.

Sehingga dalam kehidupan ini dunia perlu cahayanya. Dari manakah sinar matahari berasal adalah berasal dari perwujudan Sang Pencipta. Sedangkan kondisi yang ada pada dimensi empat adalah perwujudan adanya gelombang-pancaran energi sehingga tembus pandang tapi indra-mata tidak bisa memandang karena keterbatasannya yang dapat memandang-melihat adalah Rasa. Oleh karena itu makhluk dimensi empat kalau muncul dikehidupan dimensi tiga haruslah pada malam hari karena tidak ada cahaya matahari sebab kalau terkena cayaha matahari maka energinya akan terserap sehingga tidak kelihatan. Sehingga tidak ada hantu yang keluyuran pada tempat yang kena sinar matahari (siang hari).

Peralihan dalam Kehidupan

Setelah manusia ada, yakni ada didunia ini maka manusia masuk dalam ruang- dimensi kehidupan. Didalam ruang kehidupan terdapat tiga dimensi yakni dimensi satu-merupakan alam (suatu tempat yang berupa) garis sehingga-hanya dapat maju dan mundur, dimensi dua-merupakan alam datar-yang selain dapat maju mundur...dapat juga kekiri dan kekanan, dimensi tiga alam ruang-tiga dimensi...yaitu dapat maju mundur..kekiri kekanan serta keatas dan kebawah yang sifatnya disini adalah tempat yang tidak tembus pandang tapi akan terhalang kalau ada benda atau yang lainnya (misalnya kita didalam rumah tidak dapat melihat sesuatu diluar karena terhalang oleh tembok rumah itu).

Keberadaan manusia tadinya tidak ada kemudian ada yang adanyapun melalui suatu proses yakni lahir-ada didunia mulai dari kecil lalu organ-organnya mengalami proses perkembangan menjadi besar kemudian tidak berkembang lagi selanjutnya tidak ada lagi.

Dari tidak ada menjadi ada adalah merupakan peralihan kehidupan begitu pula dari yang ada ketidak ada. Dari tidak ada keada dinamakan munculnya kelahiran sedangkan dari yang ada ketidak ada dinamakan suatu kematian.

Dalam kelahiran manusia sudah dilengkapi dengan adanya piranti kehidupan oleh Sang Pencipta yaitu hidup dialam ruang yang meliputi dimensi tiga, dimensi dua dan dimensi satu (adanya dimensi tiga pasti ada dimensi dua dan adanya dimensi dua pasti ada dimensi satu namun tidak sebaliknya).

Dalam kematian yaitu peralihan dari ada-hidup ketidak ada mati, sesungguhnya ada piranti-alat yang ada pada manusia yang tidak seketika itu hilang-mati. Kalau piranti-perangkat kerasnya (hard ware) kembali kealam pada waktu jasad manusia yang tidak hidup-tidak bernyawa-tidak berguna dimakamkan (dibakar-ditanam ditanah-dibuang kelaut). Namun piranti-perangkat lunaknya (soft ware) keluar dan menyatu dalam rekaman kehidupan kembali kealamnya yaitu alam dimensi empat alam tembus pandang. Didalam dimensi empat ini sesungguhnya hanya satu, namun didalamnya ada cuaca yang membatasi alam dimensi empat, sehingga terkesan berbeda-beda (tidak satu). Hal ini seperti ada dalam dimensi tiga-alam ruang ada yang namanya cuaca kalau cuaca gelap manusia memerlukan pegangan untuk berjalan seolah disini manusia hanya bisa maju dan mundur.

Dimensi empat-dimensi tembus pandang yang dilingkupi dengan cuaca yang dekat dengan manusia adalah tempat makhluk yang berjiwa yang namanya alam gandarwa (gendruwo-jawa).

Ada juga yang disebut alam dewacan yakni tempatnya alam para dewa seperti dewa ruci yang disebut alam kayangan.

Dimensi empat berhubungan dengan dimensi tiga melalui Rasa yakni Rasa Hati yang ada dalam jiwa manusia yang pirantinya terdiri dari empat macam yakni Amarah, Aluamah, Supiah dan Mutmainah.

Adanya makhluk dimensi empat sesungguhnya adalah merupakan bayangan-(ada yang mengartikan merupakan saudara dari manusia). Manusia merupakan makhluk yang mempunyai piranti paling sempurna yakni meliputi jiwa dan raga. Sedangkan makhluk yang ada didimensi empat hanya memiliki jiwa saja tidak mempunyai raga kalaupun dapat menampakkan diri makhluk tersebut bisa dilihat manusia dengan suatu piranti rasa yang merupakan pengelihatan-penampakan yang bersifat halusinasi.

Peralihan pada kehidupan manusia dari ada ketidak ada tidaklah langsung berakhir, sebab walaupun jasadnya yang kembali ketanah yang merupakan unsur-unsur bumi (air, angin, tanah dan api) dan kembali lagi kebumi, untuk kembalinya jiwa tidak bisa langsung kembali menyatu kealam suwung (alam yang berdimensi lima) tetapi masuk pada alam berdimensi empat yang disitu merupakan alamnya gandarwa, alamnya dewacan atau yang sejenisnya. Manusia yang jiwanya masuk pada alamnya Gandarwa maka manusia tersebut berubah menjadi makhluk yang bernama gendruwo; sedangkan kalau masuk kealamnya dewacan maka manusia tersebut berubah menjadi dewa sebab pada piranti Rasa yang ada pada jiwa manusia sudah tersedia.

Kalau jiwa manusia masuk dan berubah menjadi makhluk yang sesuai dengan alamnya tersebut, sedangkan kondisinya bisa menyatu pada keadaan alam tersebut maka menjadikan jiwa manusia kerasan tinggal didalamnya.

Kalau jiwa manusia tidak dapat masuk pada suatu alam yang karakteristiknya tidak sama karena jiwa tersebut membawa suatu energi tertentu maka jiwa manusia ini masuk kealam penderitaan (yang merupakan alam peralihan), walaupun pada akhirnya tetap masuk juga kealam Bengkrasaan (alamnya syetan).

Sesungguhnya keadaan alan tersebut sama saja, masalahnya hanya situasinya saja. Kalau alam baik dikatakan alam terang-alam yang penuh kebaikan, sedangkan alam yang jelek dikatakan alam yang gelap yakni alam yang penuh dengan kegelapan.
Namun sesungguhnya hakekatnya sama saja, seperti kehidupan didunia (dimensi tiga), kehidupan yang jelek dikatakan kehidupan syetan (seperti penjudi, pemabuk dan sebagainya) padahal bagi orang yang melakukannya itu adalah merupakan hal yang biasa. Kenapa mereka tidak memilih hal yang baik, karena ia ketarik-tertarik pada kehidupan itu dan itu adalah merupakan pilihan yang dipilih karena sudah tersedia (atau disediakan). Sedangkan manusia lainnya memilih sesuatu perbuatan yang baik (setidaknya yang dikatakan baik seperti bekerja dengan jujur dan sebagainya) itu adalah pilihannya tidak bisa disalahkan. Kalau manusia masuk sorga maka manusia akan merasa bahagia, tapi kalau manusia masuk neraka maka manusia tersebut menjadi susah; tapi sebaliknya lain dengan apa yang dialami oleh syetan (atau manusia yang berwujud syetan), kalau syatan masuk neraka maka dia merasa senang karena itu alamnya justru kalau syetan masuk sora maka ia akan menderita karena itu bukan merupakan pilihannya. Itulah sesungguhnya yang ada dalam kehidupan ini.

Inilah perjalanan jiwa manusia menuju kealam suwung-kosong-hampa (alam dimensi lima) yang kalau sudah tercapai manusia akan dapat kembali keasalnya sebagaimana yang dikatakan jiwa manusia kembali pada zat asalnya yakni berada dialam kelanggengan-abadi.

aku dan AKU

Didalam diri aku ada AKU. aku (huruf kecil) adalah diri manusia, sedangkan AKU (huruf besar) adalah bagian dari Sang Pencipta.

aku sebagai manusia punya rasa keakuan. rasa inilah yang menjelma menjadi keinginan manusia. Pada kenyataannya manusia hidup dalam ruang (didunia ini) dipengaruhi oleh warna kehidupan yang ada didunia ini. Pengaruh ini meresap masuk pada akal melalui panca indra, sehingga disini manusia tidak hanya butuh eksistensi untuk hidup tetapi juga butuh menikmati hidup yang diinginkan oleh akal-pikirnya.

Disisi lain dalam kaitannya dengan kehidupan ini, manusia adalah makhluk yang hidup diantara sesamanya (makhluk sosial) secara berkelompok. Untuk kepentingan hidup manusia inilah dengan keakuannya menginginkan sesuatu yang”paling” (sesuatu yang lebih dari yang lainnya) ini terjadi akibat adanya sikap jiwa ”aku”.

aku ini dalam kehidupan menjelma menjadi kepentingan dari hidup manusia, aku menjelma menjadi rasa ingin tahu, aku menjelma menjadi keserakahan (bahkan kerakusan).

rasa (rasa dengan r kecil adalah rasa akibat dari adanya panca indra) aku antara manusia satu dengan manusia lainnya, mengakibatkan adanya benturan kepentingan (keinginan). Sedangkan yang diperebutkan oleh aku adalah kesenangan dunia (kesenangan jasmani-yang mengambil dari daya respon indrawi manusia).

Disinilah akhirnya otak-pikir-akal manusia berinteraksi-berjalan-digunakan untuk berfikir. akibat olah pikir manusia situasi dunia (alam manusia) menjadi berjalan. Disinilah ada suatu kehidupan-aktifitas manusia.

Disisi lain ada daya keinginan yang berupa stimulus-rangsangan berasal dari jiwa Aku (yang berwujud Nur Ilahi) yang menjelma dalam Rasa yakni yang berupa rangsangan (nafsu) amarah yang ada pada jiwa manusia yang mengakibatkan manusia punya emosi (nafsu emosional-marah), ada lagi yang bernama supiah (rangsangan atau nafsu yang mempengaruhi pada suatu kemalasan) sehingga menjadikan manusia bersikap malas, ada lagi yang namanya aluwamah yakni nafsu mengakibatkan manusia ada keinginan untuk meneruskan keturunan (rangsangan birahi) dan ada satu lagi yang bernama nafsu mutmainah (nafsu yang mengarah – menuntun kearah keluhuran hidup manusia).

Rangsangan ini tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi perjalanannya selalu berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya (bersenyawa), sehingga terjadi kemajemukan yang tiada batasnya seperti adanya warna yang tunggal yakni putih yang bisa terurai menjadi warna dasar yaitu merah, biru dan kuning. Kombinasi atas warna ini (merah, biru dan kuning) adalah mengisi warna yang ada dalam alam semesta ini (ada ungu ada jingga, ada hijau; hijaupun ada hijau muda, hijau tua, hijau kemerahan dan sebagainya yang sesungguhnya merupakan bentukan dari tiga warna tersebut).

Interaksi antara rangsangan indrawi (akunya) dengan pikir-otak kanan-akal memunculkan sikap manusia yang logikaisme, tetapi rangsangan jiwa karena nafsu (Akunya) yang berinteraksi dengan pikir-otak kiri-akal menjadikan manusia dapat memahami hal yang bersifat tidak rasional (irrasional).

Keterbatasan pada adanya piranti manusia yang berupa indra yang menyatu dengan jasad-badan-raga manusia mengakibatkan adanya keterbatasan dari pola pikir manusia secara rasional (yang tidak bisa memahami makna Rasa) dan sebagai pelengkapnya adalah suatu piranti jiwa yang bisa berhubungan dengan alam Rasa yang dapat memahami keberadaan atau hal-hal yang bersifat irrasional (tidak masuk akal.

Tempat jasad-raga-badan berada pada dunia nyata alam semesta-bumi-jagat raya yang dapat kita lihat ini. Yakni yang berisi alam yang berdimensi satu, alam yang berdimensi dua dan alam yang berdimensi tiga; sedangkan alam yang berdimensi empat kita tidak dapat melihatnya dengan panca indra tetapi kalau kita sungguh-sungguh ingin tahu (dengan cara tertentu) maka kita dapat melihatnya dengan piranti Rasa. Tentunya disini kita butuh suatu olah Rasa.

Kembali pada aku-manusia, sadar atau tidak menyebabkan arah-keinginan manusia berkiblat pada hal-hal yang bersifat materi-duniaistis-kebendaan. Kenyataan kalau ditanya tentang harta; manusia banyak yang ingin menjawab : ingin kaya (harta-materi), ingin kedudukan (jabatan), ingin dihargai (karena kekayaannya) yang pada intinya adalah terhadap hal-hal yang dapat dinilai (secara materi).

Tidak dapat dipungkiri keberadaan yang berkaitan dengan kebutuhan manusia berkembang dengan cepat yang pada pokoknya untuk mempermudah (bisa berkaitan dengan menyelamatkan-bisa berkaitan dengan kenyamanan dan sebagainya) kehidupan manusia. Dari dulu sampai sekarang bahkan sampai yang akan datang yang dipikirkan manusia adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kehidupannya pada waktu ada didunia ini.

Adanya penemuan, sebenarnya adalah sesuatu yang tadinya belum diketahui (tapi sesungguhnya hal tersebut sudah ada) yang pada akhirnya diketahui dengan mengkaji keberadaannya secara ilmiah. Manusia tidak bisa menemukan dari yang tidak ada (secara fisik-benda-materi) menjadi ada, tapi hanya yang belum tahu kemudian menjadi tahu .

Hal inilah sesungguhnya yang ada pada diri manusia, disadari atau tidak bahwa kehidupan manusia itu hanyalah untuk hal-hal yang berkaitan dengan keduniawian. Yakni yang dapat dilihat dari tidak ada kemudian menjadi ada dan kembali ketidak ada lagi.

Hidup – Kehidupan dan Perjalanan Hidup Manusia

Adanya hidup tentu ditandai oleh sesuatu yang ada. Adanya inipun akan menjalani suatu proses yang berjalan dan ditandai dengan suatu pergerakan menuju suatu kehidupan. Ada (yang berwujud benda) berarti menempati suatu ruang (dalam hal ini adalah suatu ruang yang bedimensi tiga), karena bergerak maka memerlukan suatu waktu.

Kehidupan dimulai dari suatu yang ada, namun keberadaannya dimulai dari kecil yang tidak ”lengkap” kemudian menuju kepada sesuatu yang lengkap (sempurna) selanjutnya kembali kepada kecil lagi dan kemudian kembali ke tidak ada lagi.

Tidak ada – ada – lalu ke tidak ada lagi.

Manusia hidup berada pada suatu tempat (ruang), manusia hidup berada dalam suatu waktu.

Manusia terdiri dari badan (jasad) oleh karena itu memerlukan suatu ruang untuk tempatnya.

Karena kehidupan itu adalah suatu yang bergerak maka perlu suatu hal yang sangat essensiil yang dibutuhkan yaitu adanya waktu.

Oleh karena kehidupan adalah ditandai dengan adanya gerak-bergerak lalu berjalan menuju kesempurnaan untuk terjadinya suatu gerak-pergerakan, maka lalu ada suatu piranti yang mengatur suatu gerakkan yakni yang disebut dengan otak-akal-pikir.

Dalam suatu piranti-piranti tersebut ada hal yang mengisi daya geraknya-yang menggerakkan yakni berupa suatu energi hidup yang dinamakan jiwa – nyawa atau roh !


Agar supaya manusia tubuhnya bisa baik dan tidak cepat rusak, maka yang harus memelihara tubuhnya tersebut ya manusia itu sendiri (dirinya sendiri), kalau masih kecil ya orang tuanya; caranya diantaranya dengan mengolahragakannya, melindunginya dengan memakai baju, membersihkannya dengan mandi dan sebagainya.

Kehidupan manusia ditandai oleh adanya suatu gerak-pergerakan yang terkendali artinya ada yang mengendalikan kalau tidak terkendali gerakan manusia tersebut, maka manusia tersebut ibarat mesin tentu akan rusak. Oleh karenanya dikendalikan oleh sesuatu yang disebut dengan pikir. Karena pikir-akal ini keberadaannya juga berkembang yang perkembangannya juga melalui suatu proses yang terdapat pada suatu tempat yang merupakan pirantinya yaitu yang dinamakan dengan otak-pikir, maka supaya bisa berkembang dengan baik manusia (dirinya sendiri) yang harus menjaganya dengan cara mengolah pikirnya (misalnya dengan belajar membaca, menulis dan sebagainya).

Sedangkan terhadap sesuatu yang dikatakan hidup itu sendiri adalah suatu energi yang bersifat menghidupi, walaupun semua piranti manusia tersebut lengkap namun apabila tidak punya energi – daya hidup, maka manusia tersebut tidak bisa dikatakan hidup-artinya mati.

Dengan adanya energi hidup yang ada pada diri manusia inilah maka proses kehidupan berjalan.

Piranti yang ada dalam jasad-badan-tubuh yang bisa menyerap – merasakan sesuatu yakni adalah merupakan sesuatu yang disebut dengan indra yang karena jumlahnya lima maka disebut dengan Panca Indra ( yaitu: mata, telinga, hidung, lidah dan kulit).

Adanya alat yang dinamakan indra inilah yang merangsang otak manusia untuk senantiasa bergerak dan berkembang menuju pada suatu proses kelengkapan-kesempurnaan kehidupan, sehingga manusia tersebut bisa masuk dalam suatu kehidupan yang berjalan dengan normal.

Dalam proses pengindraan senantiasa ada suatu keterbatasan, baik keterbatasan mengenai jangkauan ataupun keterbatasan (misal telinga hanya bisa mendengar dalam frekuensi tertentu saja) mengenai apa-apa yang diketahui (pengetahuan).

Perlu diketahui bahwa didalam diri manusia juga ada yang disebut dengan hal-hal yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra seperti : kesenangan, kebahagiaan, kerinduan yang ini adalah hanya bisa ditangkap oleh adanya Rasa-peRasaan (Rasa dengan huruf R besar, bukan dalam pengertian rasa yang dapat ditangkap oleh indra misalnya yang dapat ditangkap oleh indra perasa yaitu lidah); ini semua adalah merupakan hal yang bersifat abstrak..

Badan-Pikir-Nyawa adalah merupakan piranti manusia yang merupakan satu kesatuan yang ada dalam alam kehidupan manusia.

Badan yang berasal dari unsur-unsur alam (yang merupakan sarinya yang terdiri dari air, udara dan tanah) maka pada akhir kehidupan akan kembali kealam ruang-benda yang ada dialam dimensi tiga, sedangkan pikir yang merupakan piranti yang melekat pada tubuh manusia dengan berakhirnya kehidupan maka juga akan lenyap, sedangkan Rasa karena merupakan unsur-unsur yang paling halus-energi yang ada pada diri manusia juga akan hilang melalui suatu proses hilang sedikit demi sedikit ”penghilangan-penguapan kalau diumpamakan suatu benda cair, yaitu” seperti air yang menguap karena panas.



Tempat-Ruang-Demensi

Dalam tempat atau disebut ruang ini bila ditelaah lebih dalam maka ada beberapa macam.

Ruang berdemensi satu yaitu adalah merupakan suatu tempat seperti digambarkan dengan istilah ruang garis dalam hal ini sesuatu benda yang ada hanya bisa bergerak maju dan mundur.

Ruang berdemensi dua adalah ruang yang merupakan ruang datar, dalam hal ini terhadap suatu benda yang ada pada ruang tersebut hanya bisa bergerak selain maju mundur atau kedepan dan kebelakang dalam hal ini juga bisa bergerak kekiri dan kekanan.

Sedangkan terhadap ruang berdemensi tiga yakni selain benda bisa bergerak kedepan kebelakang, kekiri dan kekanan juga bisa bergerak keatas dan kebawah.

Ruang-tempat yang didiami manusia ini ada pada dimensi tiga yang didalamnya melingkupi ruang dimensi dua dan ruang dimensi satu.

Kalau diperhatikan dalam hal ini nampak suatu hal sebagai berikut :
Benda yang ada pada dimensi satu, maka tidak dapat melihat benda-sesuatu yang berada pada dimensi dua namun sebaliknya justru benda-sesuatu yang ada pada dimensi dua dapat melihat jelas keberadaan benda yang ada pada dimensi satu; begitu juga selanjutnya benda-sesuatu yang ada pada dimensi dua tidak dapat melihat benda-sesuatu yang ada pada dimensi tiga namun benda-sesuatu yang ada pada dimensi tiga justru dapat melihat jelas benda-sesuatu yang ada pada dimensi dua.

Karena manusia ada pada dimensi tiga maka manusia tersebut tidak dapat melihat benda ataupun sesuatu yang ada pada dimensi empat; tapi sesuatu-benda yang ada pada dimensi empat tentunya akan mudah untuk melihat sesuatu-benda yang ada pada dimensi tiga.

Keberadaan yang ada pada dimensi tiga adalah segala-sesuatu-semua yang dapat diterima oleh akal-pikir, sedangkan keberadaan yang ada pada dimensi empat adalah tidak dapat diterima oleh akal yang hal ini sering dikatakan dengan istilah tidak masuk akal, karena memang memang keberadaan akal adalah masuk dan merupakan bagian dari dimensi empat artinya dilingkupi oleh dunia dimensi empat jadi akal adalah bagian kecil dari dunia dimensi empat.

Dalam ruang dimensi empat ini manusia bisa melihatnya-merasakannya dengan suatu piranti yang disebut dengan istilah Rasa-peRasaan bukan rasa-lidah-alat perasa dari panca indra.

Didalam Rasa-peRasaan ini pirantinya bukan berada pada logika yang berkaitan dengan piranti otak-pikir-akal, tapi adalah sesuatu yang disebut dengan ”nafsu-rangsangan-energi yang didalamnya digolongkan menjadi empat macam yaitu : Sufiah, Mutmainah, Aluamah dan Amarah”.

Piranti Rasa ini ada pada dimensi empat yang hal ini berdampingan-seiring sejalan dengan daya hidup-nyawa-roh manusia.

Sehingga manusia hanya dapat merasakan adanya dimensi empat yakni dari ”Rasa” ini dan apa yang dikatakan Rasa terkadang sering tidak masuk akal, karena akal ini kecil dan Rasa lebih luas jangkauannya.


Kehidupan manusia ada dalam alam dimensi-satu, dimensi-dua dan dimensi tiga; awal sebelum hidup didunia (dimensi tiga) dan akhir hidup manusia ada pada dimensi lima, sedangkan didimensi empat yang masih hidup adalah jiwa manusia yang keberadaannya adalah hening-suwung-tanpa ada sesuatu apapun ....... yang sama keadaannya sebelum manusia dilahirkan kedunia yang berdimensi satu, dua dan tiga !

Biarkanlah saya menulis

Tulisan adalah hasil penuangan setelah membaca. Kalau masih kecil kita membaca huruf dan yang ditulis itu juga huruf kalau huruf-huruf itu digangdengkan akan membentuk suatu kata dan setelah rukun bergandengan lalu membentuk suatu kalimat, hanya itu sementara yang dipelajari karena kita masih kecil.

Sewaktu kita sudah besar-dewasa maka yang kita tulis itu adalah apa yang kita ketahui sama dengan apa-apa yang kita baca !, yang kita tulis dan kita baca adalah suatu keadaan yang ada pada kehidupan yang kita alami ini.

Dalam hal inikah orang menyebutnya sebagai pengetahuan. Pengetahuan sebagai ilmu kalau sudah dikaji secara ilmiah, namun kenyatannya ilmu itu juga berkembang. Apa yang dulu dalam kajian ilmu dikatakan baik, seiring dengan berjalannya waktu yakni pada waktu kemudian berbalik, yang dulu dikatakan baik itu sekarang malah dikatakan tidak baik (misal dalam hal penemuan obat, dulu digunakan dan dikatakan baik karena kasiatnya nyata pada saat itu namun setelah diketemukan dampaknya yang lebih merugikan orang mengatakan bahwa obat tersebut kini adalah tidak baik).

Tahu-pengetahuan itu adalah refleksi dari pengamatan-pengalaman kehidupan.

Apa yang saya sampaikan adalah apa yang saya ketahui. saya tahu karena saya membaca dan menulis. Yang saya baca dan saya tulis adalah tentang keadaan alam kehidupan dimana saya berada. Saya membaca situasi alam, baik itu manusianya atau kejadian alamnya ... pendek kata semua yang ada dialam ini yang ingin saya pahami. Dengan paham saya bisa mensikapi. Dengan paham saya bisa menilai. Kalau sudah sampai pada penilaian (misal dalam hal ini tentang baik dan buruk) maka saya akan masuk pada wacana pilihan karena pilihan ini adalah kajian guna menentukan sikap kita. Misal karena malam gelap saya akan menggunakan lampu.

Sungguh suatu ego-aku-kebodohan kalau manusia mengatakan bahwa penemuan pengetahuan yang didapatkannya dikatakan paling hebat dan tidak ada bandingnya kapanpun dan dimanapun ! mengapa ? ....... karena ia lupa bahwa manusia hidup dalam perjalanan waktu. Dengan waktu semua akan berjalan. Berjalan menuju proses perubahan. Kalau sekarang dikatakan hebat karena waktu maka besok tidak akan hebat lagi, apalagi yang dikatakan hebat itu sesungguhnya tergantung dari adanya faktor pembanding, maksudnya hebat dibandingkan dengan apa dan tergantung dari sisi mana kita memandang ?

Pengetahuan itu sesungguhnya segala sesuatu yang sudah diketahui, padahal banyak hal yang belum diketahui. Artinya proses tahu itu berjalan, setelah tahu dikaji lalu menjadi pengetahuan.......yang perlu dipahami yang dikaji disini adalah adalah sesuatu yang belum diketahui. Untuk proses menjadi tahu yang kita lakukan yaitu adanya suatu pengamatan (artinya kita membaca situasi-kejadian) dan supaya tidak lupa maka kita kemudian menulisnya-mencatatnya sesuatu yang belum menjadi pengetahuan atau sesuatu yang belum menjadi ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu biarkanlah saya-manusia menulis-belajar karena bisa memulai untuk mengkaji-menuliskan suatu permasalahan yang saya tahu; saya tahu karena melihat, saya tahu karena mendengar dan saya tahu karena merasakan. Bersumberkan dari tulisan saya ini, mungkin nanti ada manfaatnya tergantung dari mana pembaca memandangnya. Karena tulisan-karya-yang diketahui maka posisinya adalah bebas nilai karena ini merupakan sesuatu yang bisa dikaji, yang nantinya bisa memunculkan suatu pengetahuan yang bebas nilai. Kalau muncul suatu nilai baru anda bisa mensikapi untuk membenarkan atau menyalahkan. (Misal listrik bermanfaat karena dapat digunakan untuk beberapa keperluan-penerangan dan sebagainya, tapi jangan coba untuk dipegang dengan tangan tentu anda akan kesetrum dan anda akan rugi-menderita; bermanfaat karena memberikan penerangan, tetapi tidak bermanfaat karena bisa menjadikan manusia kesetrum).

Biarkanlah saya menulis ..... silakan dibaca untuk dipahami sehingga muncul suatu kemanfaatan karena ini merupakan hasil dari tahu yang bisa dikembangkan-berkembang menjadi pengetahuan selanjutnya bisa bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan.... yang hal ini nantinya baru bermanfaat kalau diaplikasikan-diterapkan. Sehingga tulisan ini tidak untuk disalahkan dan tidak untuk dibenarkan tapi untuk dikaji dan dipahami sehingga akan timbul suatu kemanfaatan. Sesungguhnya dalam hal ini disamping ada manfaat pasti juga ada kerugian (misal listrik tadi) tergantung manusia untuk mensikapinya.

Biarkanlah saya menulis dan sebut saya si penulis. Yang pasti suatu saat nanti giliran penulisnya adalah anda ....... maka anda juga yang akan disebut sebagai si penulis.

Tulisan tentang Kehidupan

Tulisan ini adalah tulisan manusia yang hidup pada dimensi tiga yang melingkupi/meliputi dimensi satu dan dimensi dua. Kalau dunia dewa adalah kehidupan yang ada pada dimensi empat maka keadaan/kondisinya akan melingkupi/meliputi kehidupan dimensi tiga, dimensi dua dan dimensi satu.

Kehidupan pada dimensi empat hanya dapat memandang-masuk pada kehidupan dimensi tiga, pada dimensi dua dan pada dimensi satu. Sedang pada kehidupan dimensi empat tidak dapat melihat kehidupan yang ada pada dimensi lima, kalau yang ingin melihat tidak diberikan piranti/alat untuk itu.

Oleh karena itu alam dewa (dimensi empat) hanya bisa berhubungan-mempengaruhi kehidupan manusia yang ada dialam ruang (dimensi tiga), kalau kita-manusia mempengaruhi alam datar (dimensi dua) itu sudah sering kita lakukan/terjadi (misal kita menulis pada secarik kertas, kertas adalah dimensi dua), atau kita seringkali membuat suatu coretan-coretan yang merupakan dimensi satu (ingat sesungguhnya gambar-tulisan itu adalah kumpulan dari coretan-coretan).

Bagaimana alam dewa mempengaruhi alam manusia ? Alam dewa yang ada dalam dimensi empat, bisa mempengaruhi alam manusia yang ada pada alam ruang yang berdimensi tiga dan bisa masuk didalamnya karena manusia sudah diberikan pirantinya yakni berupa nafsu-gelombang-rangsangan yang bernama mutmainah, aluwamah, supiah dan amarah yang terdapat alam Rasa (yang berbeda dengan alam rasa-dengan rasa huruf kecil yang berarti rasa karena pengaruh alat indra manusia), selain dari adanya panca indra yang dikemudikan oleh akal-pikir.

Keirian (tidak terima-protes pada Sang Pencipta karena tidak diperlakukan seperti manusia) seorang dewa (yang hidup pada dimensi empat) terhadap manusia karena manusia sesungguhnya adalah juga makhluk yang hidup didimensi empat tetapi karena keberadaannya juga dipasang piranti kehidupan dimensi tiga (panca indra) bersamaan dengan kelahiran manusia kedunia, maka keadaannya menjadi lengkap-sempurna-lebih unggul dari dewa walaupun justru dengan adanya piranti dimensi tiga inilah kehidupan manusia dialam ruang-dimensi tiga menjadi dominan!

Adanya kelahiran manusia didunia (dimensi tiga ini) yang katanya ini adalah suatu hukuman (adam dan hawa-manusia yang dikutuk Sang Pencipta karena makan buah kuldi), padahal yang terjadi sesungguhnya adalah wujud-proses kelahiran manusia pada dimensi tiga.

Piranti yang ada pada manusia ini adalah piranti manusia lengkap yang terpasang pada dirinya-tubuhnya didimensi tiga, tetapi disamping itu juga terpasang dan tersambung dengan piranti manusia yang ada pada kehidupan yang berdimensi empat. Cuma masalahnya karena terpaku pada akunya jasad maka yang dominan untuk bekerja adalah piranti manusia yang ada dalam kehidupan yang berdimensi tiga, walaupun keadaan piranti dimensi empat kadang sering muncul didunia-alam ruang. Sehingga ada yang berpendapat manusia hidup didunia (dimensi tiga) ibarat adanya kehidupan yang ada dalam penjara artinya kehidupan yang memenjara adalah kehidupan badannya dan yang dipenjara adalah jiwanya oleh sebab itu jiwanya tidak bebas karena dipaksa untuk menghidupi-menuruti jasadnya yang dipengaruhi oleh indra dunia – karena itu pada akhirnya mengatakan bahwa hidup didunia ini adalah hidup dialam samsara (kesengsaraan).

Dsisinilah sesungguhnya manusia itu menderita, menderita karena kesalahannya; kesalahannya karena senantiasa berfikir terhadap keduniawian yang hal ini tidak lain dan tidak bukan, karena disebabkan pengaruh- permintaan dari jasadnya akan adanya hidup (misal jasad harus dihidupi dengan memberinya makan) dari jasad inilah menimbulkan rasa akunya (aku harus bisa supaya bisa eksis, aku harus untung kalau pedagang) dan inilah yang menimbulkan beban kehidupan yang artinya inilah yang dikatakan suatu kesalahan.

Sedangkan pengertian kesalahan diantara manusia adalah sudah masuk pada alam pikir manusia artinya ukurannya sudah ditetapkan oleh-diantara para manusia (misalnya yang salah dihukum-orang mencuri dipidana). Ini pengertiannya lain dengan yang dimaksud kesalahan yang berkaitan dengan kehidupan manusia.

Mengapa manusia mau hidup ? akunya manusia ini tergantung pada Aku – Nya Sang Pencipta. Artinya manusia itu sesungguhnya adalah makhluk yang penurut tapi pirantinyalah yang membuatnya lain yakni banyak memikirkan kekehidupan duniawi (dimensi tiga) karena pengaruh piranti kehidupan duniawi (alam dimensi tiga). Dan ini semua sesungguhnya adalah Kehendak – Nya.

Kalau demikian apakah manusia nantinya perlu diadili, padahal semua perbuatannya adalah kehendak-Nya ?

Siapa yang mengadili kalau akunya ada pada Aku – Nya ! (aku huruf kecil adalah ego yang ada pada diri manusia sedangkan Aku dengan huruf A-nya yang besar adalah suatu kehendak Sang Pencipta). Hari kehidupan esok (kiamat kecil-matinya manusia/yang mati jasadnya) adalah bukan suatu keadilan yang penghabisan (yang orang dunia dimensi tiga mengatakan nanti ada suatu keadilan abadi, padahal sesungguhnya keadilan abadi itu tidak ada) yang ada adalah proses perjalanan kehidupan jiwa manusia kearah kembali kedimensi empat (karena sesungguhnya manusia adalah juga makhluk yang berpiranti dimensi empat-sama seperti yang dipunyai oleh dewa) dan jiwa manusia yang telah menyerap-mengandung energi karena mendapatkannya dari kehidupan didimensi tiga yang melekat dan tersimpan dialam bawah sadar-roh-otak kecil sehingga menyatu dengan jiwa-roh manusia maka selanjutnya jiwa tersebut lalu memancarkan suatu energi. Kalau energinya negatif (artinya banyak menyimpan memori kesusahan-penderitaan) maka ini akan muncul dengan sendirinya sehingga jiwa manusia (yang telah lepas dari jasadnya) tersebut seakan menderita (disini orang dunia dimensi tiga menyebutkan dengan adanya kehidupan neraka-yang padahal ini sifatnya adalah semu) begitu juga sebaliknya dengan apa yang dikatakan orang masuk sorga sesungguhnya adalah pancaran energi manusia yang dominan berisi kebahagiaan.

Pada waktu energi tersebut terpancar kealam dimensi empat, yang disisi lain piranti dimensi empat tidak terhalang lagi oleh jasadnya, maka jiwa manusia mulai masuk kealam Dewacan yang merupakan wilayah dewa atau masuk kewilayah gandarwa tempatnya para gendruwo yang sering kita sebut dengan alam jin yang mempunyai wilayah-wilayah dengan penghuni-penghuninya. Makhluk ini sama namun kekuatannya berbeda dan tempatnya ada-berlapis-lapis. Lapisan paling bawah adalah alam gandarwa yang paling dekat dengan dimensi tiga pada alam ruang-alamnya manusia, makanya gendruwo ini bisa sering menampakkan diri pada kehidupan manusia sedang yang paling jauh adalah pada alam dewacan. Makhluk pada dimensi empat semuanya terbuat dari piranti yang berupa cahaya-sinar, walaupun kekuatan-daya pancarnya ini berlainan (inilah yang menggambarkan kekuatan makhluk, termasuk wilayahnya).

Lupa dan ingat pada manusia yang hidup didimensi tiga !
Sengsara manusia ada pada suatu rasa kesakitan; kesakitan ini ada pada piranti indra yakni berupa rasa yang dalam hal ini diwakili oleh kulit dan lidah kalau piranti itu tidak ada maka manusia tidak akan pernah merasakan sakit karena indra mata, indra hidung, indra telinga tidak berguna-bisa untuk merasakan sakit.

Ada lagi wujud sengsara-kesusahan-kesedihan karena Rasa-yang ini tidak bisa diukur oleh akal-pikir yang bersumber dari indra.

Namun semua itu akan berganti-hilang kalau kita tidur. Dengan tidur kita lupa segalanya. Dan apa yang kita ingat pada akhirnya kita akan menjadi lupa. Oleh karena itu maka terhadap sesuatu yang perlu kita ingat-ingat caranya dengan menulis. Sempurna manusia karena dirinya diberi piranti lupa dan ingat. Kalau misalnya kita ingat terus kejadian yang bahagia-gembira dan tidak bisa lupa, maka kita tiap hari akan tertawa-tawa (artinya menjadi gila) begitu juga kalau kita sedih-marah terus maka kita akan menangis terus-menerus (artinya ini menjadikan kita menjadi gila). Inilah sesungguhnya piranti manusia yang merupakan suatu keseimbangan hidup.

Kadang seseorang hidup pada alam penderitaan tapi dia merasakan bahagia. Kenapa demikian karena dia telah mengolah rasanya dari perasaan yang menderita menjadi perasaan yang bahagia. Apakah ini bisa ?, bisa selama kita mau melatihnya. Perasaan-pemikiran-olah rasa adalah tidakan manusia dimensi tiga untuk mengatur-menata mind set-pola pikir sehingga menjadikan manusia itu senantiasa bahagia dan inilah sesungguhnya yang harus dilakukan kalau orang tersebut mau masuk sorga begitu pula sebaliknya. Manusia yang bisa menata hidupnya sehingga bisa menjadi selalu senang-bahagia bisa terjadi diantaranya karena selalu merasa bersyukur, inilah yang dikatakan bahwa manusia tersebut telah masuk sorga yakni sorga dunia sedangkan kalau ini berjalan terus sampai jiwanya lepas dari jasadnya (mati) maka jiwa ini akan masuk kealam yang namanya sorga karena dalam jiwanya berisi memori kebahagiaan.

Tapi ingat sorga itu ada tingkatannya karena rasa bahagia ini tidak bisa murni 100%. Sebab rasa susah pasti senantiasa mengikuti rasa bahagia ini, hanya saja prosentasenya kecil.

Senang dan Susah itu adalah isi alam dimensi tiga, kalau tidak susah ya senang tergantung dari prosentasenya-besar kecilnya.

Manusia menggolongkannya pada alam dimensi empat, dengan suatu tempat yang berisi kehidupan yang menyakitkan-yang dikatakan neraka (alamnya para syetan) sedangkan yang berisi kehidupan yang menyakitkan dan menyenangkan (alamnya jin) dan yang berisi kosong tidak ada susah dan senang (alamnya malaikat). Ini sebenarnya hanya sebutan saja. Makhluk bisa merasakan enak tergantung pada adanya piranti yang dipasang padanya (misal kita bisa merasakan pahit karena punya lidah artinya kalau tidak punya lidah maka tentu kita tidak bisa meerasakan pahit). Sesungguhnya eanak tidak enak itu semu sifatnya-bagaikan fatamorgana semakin dicari adanya semakin menjauh.

Manusia yang bisa mengolah badannya-pikirnya dan rasanya menjadi hal yang sehat/memahami-bahagia, sesungguhnya ialah manusia yang mengerti akan tujuan hidup ini dan ialah sesungguhnya yang menjadi manusia yang beruntung karena dia bisa menikmati alam kebahagiaan (alam surga).

Walaupun demikian sudah menjadi kodratnya karena manusia hidup didunia maka kemilau dunia inilah yang menarik-menyeretnya kesituasi yang sulit-susah sebab kesenangan duniawi (yang pada akhirnya dalam perhitungannya menggunakan nilai akal-pikir) menjadikan manusia terjebak dalam kesedihan. Namun justru disinilah merupakan arti suatu kehidupan, susah sedih-senang gembira sehingga memacu otak-pikir-akal manusia untuk berkembang (misal manusia susah karena tidak ada api lalu berpikir akhirnya ditemukan api, manusia ingin berjalan cepat akhirnya ditemukan kendaraan bermotor) menjadikan suatu warna kehidupan. Manusia ingin kaya-materi, dengan banyak materi dikiranya pasti membuatnya bahagia! padahal tidaklah demikian ... sebab semakin dia banyak harta ...dia justru akan menjadi menderita karena melihat disebelah sana masih ada yang lebih kaya, sehingga dia iri dan menjadikannya dirinya sedih padahal hartanya sangat banyak dibandingkan manusia yang ada disekitarnya. Disamping ini harta juga bisa menjadikan beban kehidupan, dia selalu ketakutan kalau nani hartanya dicuri atau kebakaran atau hilang karena peristiwa alam. Manusia hanya dapat merasakan kalau dirinya kaya adalah hanya dengan bersyukur (merasakan-mengucapkan rasa syukur yang seiklas-iklasnya-sedalam-dalamnya). Materi-harta sesunguhnya juga bersifat semu.